Minggu, 30 Agustus 2009

EMHA harus MAKSHUM

Mengapa dalam masyarakat kita masih saja ada semacam "pemaksaan kehendak" agar misalnya Cak Nun kok begitu, kok nggak kelihatan utuh, sih. Simbol yang dipakai Cak Nun kok tidak utuh, sih? Mbok kalau mau radikal, pakai sorban sekalian. Intinya masyarakat menuntut Cak Nun benar-benar sempurna, makshum.
Intinya, mereka mengkonsep saya seperti Nabi, seperti malaikat. Saya tolak habis-habisan, saya tolak mentah-mentah. Saya manusia biasa seperti Anda. Kriteria hukum untuk saya dan untuk Anda sama. Kalian ingin saya makshum? Nggak bisa dong. Nggak ada manusia makshum. Seenaknya sendiri. Mereka cari kesalahan saja pada saya. Hanya cari-cari kesalahan. Saya biasa-biasa saja. Nggak ada yang makshum.
Kiai makshum saja nggak makshum, kok. Yang hanya makshum hanya Rasulullah. Kriteria untuk manusia biasa kok kriteria untuk malaikat yang dipakai. Tidak bisa dan ndak mau saya. terus bagaimana. Pakai sorban? Kalau saya pakai sorban, saya ngerti omongan kalian, "Ah, sok!" kalian tidak mencari kebenaran, kok. Kalian ingin mencaci, ingin sinisme. Sama dengan Via, "Lho kok ndak pakai jilbab? Istrinya Cak Nun kok ndak pakai jilbab?" nanti kalau Via pakai jilbab, "Mentang-mentang istrinya Cak Nun pakai jilbab!" Terus maunya bagaimana? Intinya, dari seluruh masalah ini, kita ini seperti ikan dalam kolam. Yang bertengkar di dalam kolam, dan kita tidak punya perspektif mengenai berapa luas mengenai berapa luas koran itu?
Jadi, sesungguhnya yang kita permasalahkan sekarang adalah, reformasi keseluruhan. Itu semua pertengakaran karena sistem nilainya sudah nggak bener. Cara kita melihat persoalan itu nggak bener. Cara kita melihat Pak Harto nggak bener. Cara kita melihat Orde Baru ndak bener, cara melihat Pak Karno ndak bener. Tinggal Anda pilih, mau mengubah sistem nilai menjadi seistem nilai sekular yang sempuran atau mengubah diri ke sistem nilai Islam? Saya hanya berani memilih sistem nilai Islam. Misalnya kasus Pak Harto turun. Konsepnya yang kita tawarkan bersama Cak Nur adalah husnul khatimah. Kita harus menghormati orang yang mau berhusnul khatimah. Menghormatinya antara lain dengan kewajiban menghukum kesalahan-kesalahannya. Sebagaimana syarat tobat dari Allah itu sangat berat.
Sama dengan Allah menciptakan neraka, konsep husnul khatimah ini yang oleh Cak Nur tidak diperjuangkan lebih lanjut, sebab sistem nilai masyarakat -dalam kasus Pak Harto turun itu-mejadi tidak benar. Misalnya kita ambil kasus lengser keprabon. Lengser keprabon juga tidak akan terjadi kalau tidak madeg pandito terlebih dulu. Orang yang sudah madeg pandito adalah orang yang sudah merdeka dari dunia. Dia sodah kosong, dia sudah manut sama Allah, cuma spiritualitas yahg menadi eksistensi dia, maka dia mau lengser. Lengser keprabon yang tanpa madeg pandito lengser keprabonnya harus melalui kudeta seperti Ken Arok, seperti raja-rja yang lain.
Sistem nilai yang saya maksud di atas itu kan tidk dipakai dalam pembicaraan-pembicaraan di kampus-kampus. Ngomong-ngomongnya lengser keprabon thok. Jadi sistem nilai kita ini ndak karu-karuan. Islam itu sistemnya jelas. Bahwa saya tidak boleh membenci orang hanya karena saya tidaki setuju dengan dia, bakkan saya tidak benci orang yang menyakiti saya, bahkan saya tetap wajib menyelamatkan dia dari api neraka. Itu Islam. Karena nggak ada perubahan sistem nilai, ya tetap saja ndak karu-karuan.


Blogger Templates by Isnaini Dot Com and Volkswagen Cars. Powered by Blogger